Suku Konjo Pesisir (atau disebut juga Kondjo, Tiro) mendiami empat kecamatan di
sebelah Tenggara dari wilayah Bulukumba-Kijang, Herkang, Bonto, Tito dan Bonto Bahari. Suku
Konjo hitam, yang juga termasuk suku ini menempati daerah sebelah barat dari Kajang.
Mereka memilih tetap mempertahankan cara hidup lama, seperti memakai pakaian hitam,
tidak mengijinkan penggunaan peralatan, dan mempraktekkan ilmu sihir yang
adalah bagian dari penyembahan animistik mereka. Orang Konjo Hitam menganggap diri
mereka suku asli yang tidak mempunyai raja dan tidak mengikuti sistim pelapisan
masyarakat seperti yang terdapat di daerah Konjo lainnya, mereka menganggap daerah
mereka sebagai pusat tradisional bagi semua suku Konjo Pesisir. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Konjo Pesisir dengan beberapa dialek yaitu Tana Toa, Konjo
Hitam dan Kajang.
Suku Konjo Pesisir bercocok tanam dengan sistem bagi hasil. Rumah-rumah suku Konjo terdapat di sepanjang jalan-jalan utama, dan di daerah pedesaan. Komunitas mereka terbagi sesuai dengan garis-garis politik sampai dengan tingkat RT, yang terdiri dari 10 rumah tangga.
Sama seperti suku Konjo Pegunungan, suku Konjo Pesisir juga memiliki ciri-ciri budaya sebagai berikut:
Suku Konjo Pesisir bercocok tanam dengan sistem bagi hasil. Rumah-rumah suku Konjo terdapat di sepanjang jalan-jalan utama, dan di daerah pedesaan. Komunitas mereka terbagi sesuai dengan garis-garis politik sampai dengan tingkat RT, yang terdiri dari 10 rumah tangga.
Sama seperti suku Konjo Pegunungan, suku Konjo Pesisir juga memiliki ciri-ciri budaya sebagai berikut:
1. Saling membantu dalam pekerjaan dan keuangan,
upacara perkawinan, menjenguk orang sakit, melayat orang meninggal. Sekalipun
di antara anggota suku ini ada pertengkaran, mereka bersatu menghadapi ancaman dari
pihak luar.
2. Materialisme diwujudkan dengan meminta
secara terus terang kepada orang yang tidak takut bersaing mengumpulkan harta dan
pemborosan. Agar orang lain terkesan.
3. Kegemaran kumpul-kumpul dan mengobrol.
4. Cenderung berkelit dalam menjawab pertanyaan.
5. Mempertahankan harga diri, dengan mempertahankan
status sosial.
Populasi suku Konjo 125.000 jiwa. Masyarakat Konjo pesisir 100% beragama Islam.
Bahkan bagi orang Konjo Hitam, Islam merupakan agama resmi mereka. Walau demikian
praktek animisme masih dipertahankan. Pemimpin agama Islam hanya memiliki sedikit
pengaruh. Mereka dipilih oleh rakyat untuk memimpin upacara- upacara keagamaan dan
tugas-tugas di masjid. Orang Konjo Hitam memanggil dukun untuk upacara-upacara dan
menolong orang sakit. Amma Toa (ayah tua) dari orang Konjo Hitam dianggap sebagai
pemimpin keagamaan di daerah itu dan ditakuti karena kekuatan sihirnya.
Filosofi
Suku konjo pesisir sangatlah
tertutup dalam segi budaya. Artinya mereka tidak mau bergaul dengan suku suku
yang belum dikenalnya. Contohnya dalam segi peralatan. Mereka masih mengenakan
baju hitam itu mengartikan bahwa mereka tidak mau terpengaruh dari budaya lain.
Warna hitam disini juga mengartikan sesuatu yang mistis. Contohnya mereka juga
masih mempraktekkan ilmu sihir yang adalah penyembahan animistik mereka. Suku
konjo pesisir pun juga sama cara adat istiadatnya dengan suku Konjo Hitam.
Perbedaannya, Suku Konjo Pesisir hanya mempercayai kepercayaan animisme,
sedangkan Suku Konjo Hitam mempercayai kepercayaan animisme dan dinamisme.
sumber bacaan:
- bangsabugis.blogspot.com
- sabda.org
- wikipedia
- liranews.com
- http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-konjo-pesisir-sulawesi.html
sumber foto:
wong168.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar